Iman Kepada Allah Yang Hidup (Refleksi)

Pada hari minggu, 10 November 2019, dilaksanakan Ibadah umum , yang di laksanakan di Gereja pada pukul 9.30 Wib. Firman Tuhan di pimpin oleh Pdt. Helen Ruth Manurung, dengan tema “Iman Kepada Allah Yang Hidup” Di ambil dari injil Lukas 20 : 27-38.

Suatu kali, ada seorang wanita yang mana dari kecil ia dianugerahi kepintaran oleh sang pencipta. Dari sekolah dasar hingga dia lulus kuliah dia selalu mendapat nilai terbaik. Hingga suatu ketika dia mendaftar ke sebuah perusahaan yang dia impikan sedari ia kecil. Dia dengan percaya diri bahwa ia akan diterima di perusahaan tersebut karena dia menganggap dirinya sangat pintar dari orang lain. Tetapi apa yang terjadi? Dia ditolak. Melamar di perusahaan mana pun yang dia impikan selalu di tolak. Akhirnya dia menyalahkan Tuhan. Dia menganggur selama setahun, dengan harapan dia melamar lagi agar bisa bekerja di perusahaan yang dia inginkan. Dari kisah ini kita bisa membayangkan bahwa wanita ini tidak beriman kepada Tuhan, dia tidak menyerahkan seluruh kehidupannya ke dalam tangan Tuhan. Dia mencoba mengatur masa depannya sendiri sedangkan bukan itu rencana Tuhan yang ingin Tuhan berikan kepadanya. Dia tidak mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Dia lebih mengandalkan kepintaran dirinya sendiri.

Berbicara mengenai Iman kepada Allah, membuat kita berpikir. Kenapa kita harus beriman. Kenapa kita harus mengimani hal yang tidak terlihat dan banyak sekali hal yang kita pikirkan. Tentu kita semua tahu bagaimana kisah Ayub. Ia tiba-tiba mengalami banyak sekali musibah dalam hidupnya. Bagaimana reaksi Ayub terhadap kondisi tersebut? Pada saat ia kehilangan harta benda, ternak, dan anak anaknya, Ayub berkata, “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Terpujilah nama Tuhan!”

Iman semacam inilah yang membuat Ayub bertahan menghadapi situasi yang sangat sulit. Ia percaya bahwa Allah yang selama ini ia sembah sungguh-sungguh Allah yang hidup, Allah yang Maha Kuasa, yang sanggup menebus hidupnya dari segala dosa dan celaka. Allah yang sangat peduli dan mengasihi.

Allah yang Mahakuasa, yang sanggup menebus hidupnya dari segala dosa dan celaka, Allah yang sangat peduli dan mengasihinya. Tanpa iman semacam ini, kita akan cenderung bersikap negatif dalam menghadapi persoalan hidup. Mengapa? Sebab kita akan merasa berjalan sendiri tanpa pertolongan dan tanpa belas kasih. Bagi Ayub, hidup mati, baik buruk, berkat penderitaan, dapat dipakainya untuk memuliakan Allah. Ayub memiliki relasi yang begitu dekat dengan Tuhan Allah- Nya, maka dari itu dia tidak bisa berpaling dari Tuhan.

 

Angela Gracela

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.